Sabtu, 29 Januari 2011

KH.Kholil Bangkalan

KH. Muhammad Kholil dilahirkan pada 11 Jamadil akhir 1235 H atau 27 Januari 1820 M di Kampung Senenan, Desa Kemayoran, Kecamatan Bangkalan, Kabupaten Bangkalan, Pulau Madura, Jawa Timur. Beliau berasal dari keluarga Ulama dan digembleng langasung oleh ayahnya.

Menginjak dewasa beliau menuntut ilmu di berbagai pondok pesantren. Sekitar 1850-an, ketika usianya menjelang tiga puluh, Kiyai Muhammad Khalil belajar kepada Kiyai Muhammad Nur di Pondok pesantren Langitan, Tuban, Jawa Timur. Dari Langitan beliau pindah ke Pondok pesantren Cangaan, Bangil, Pasuruan. Kemudian beliau pindah ke Pondok pesantren Keboncandi.

Selama belajar di pondok pesantren ini beliau belajar pula kepada Kiyai Nur Hasan yang menetap di Sidogiri, tujuh kilometer dari Keboncandi. Kiyai Nur Hasan ini, sesungguhnya, masih mempunyai pertalian keluarga dengannya. Sewaktu menjadi Santri KH Muhammad Kholil telah menghafal beberapa matan, seperti Matan Alfiyah Ibnu Malik (Tata Bahasa Arab). disamping itu beliau juga seorang hafizh al-Qur`an . Beliau mampu membaca al-Qur`an dalam Qira`at Sab`ah (tujuh cara membaca al-Qur`an).


Pada 1276 H / 1859 M, KH Muhammad Khalil Belajar di Mekah. Di Mekah KH Muhammad Khalil al-Maduri belajar dengan Syeikh Nawawi al-Bantani (Guru Ulama Indonesia dari Banten). Di antara gurunya di Mekah ialah Syeikh Utsman bin Hasan ad-Dimyathi, Saiyid Ahmad bin Zaini Dahlan, Syeikh Mustafa bin Muhammad al-Afifi al-Makki, Syeikh Abdul Hamid bin Mahmud asy-Syarwani.

Beberapa sanad hadits yang musalsal diterima dari Syeikh Nawawi al-Bantani dan Abdul Ghani bin Subuh bin Ismail al-Bimawi (Bima, Sumbawa). KH.Muhammad Kholil Sewaktu Belajar di Mekkah Seangkatan dengan KH.Hasyim Asy’ari, KH.Wahab Hasbullah dan KH.Muhammad Dahlan, namum Ulama-ulama Dahulu punya kebiasaan Memanggil Guru sesama Rekannya, Dan KH.Muhammad KHolil yang Dituakan dan dimuliakan diantara mereka.

Sewaktu berada di Mekah untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, KH.Muhammad Khalil bekerja mengambil upah sebagai penyalin kitab-kitab yang diperlukan oleh para pelajar. Diriwayatkan bahwa pada waktu itulah timbul ilham antara mereka bertiga, yaitu : Syeikh Nawawi al-Bantani, Kiyai Muhammad Khalil al-Maduri dan Syeikh Saleh as-Samarani (Semarang) menyusun kaedah penulisan huruf Pegon. Huruf Pegon ialah tulisan Arab yang digunakan untuk tulisan dalam bahasa Jawa, Madura dan Sunda.

Karena Kiyai Muhammad Khalil cukup lama belajar di beberapa pondok pesantren di Jawa dan Mekah, maka sewaktu pulang dari Mekah, beliau terkenal sebagai ahli / pakar nahwu, fiqih, thariqat, dan ilmu-ilmu lainnya. Untuk mengembangkan pengetahuan keislaman yang telah diperolehnya, Kiyai Muhammad Khalil selanjutnya mendirikan pondok pesantren di Desa Cengkebuan, sekitar 1 kilometer arah Barat Laut dari desa kelahirannya.
KH.Muhammad Khalil al-Maduri adalah seorang ulama yang bertanggung jawab terhadap pertahanan, kekukuhan dan maju-mundurnya agama Islam dan bangsanya. Beliau sadar benar bahwa pada zamannya, bangsanya dalam suasana terjajah oleh bangsa asing yang tidak seagama dengan yang dianutnya. Beliau dan keseluruhan suku bangsa Madura memeluk agama Islam, sedangkan bangsa Belanda, bangsa yang menjajah itu memeluk agama Kristian. Sesuai dengan keadaan beliau sewaktu pulang dari Mekah telah berumur lanjut, tentunya Kiyai Muhammad Khalil tidak melibatkan diri dalam medan perang, memberontak dengan senjata tetapi mengkaderkan pemuda di pondok pesantren yang didirikannya. Kiyai Muhammad Khalil sendiri pernah ditahan oleh penjajah Belanda kerana dituduh melindungi beberapa orang yang terlibat melawan Belanda di pondok pesantrennya. Beberapa tokoh ulama maupun tokoh-tokoh kebangsaana lainnya yang terlibat memperjuangkan kemerdekaan Indonesia tidak sedikit yang pernah mendapat pendidikan dari Kiyai Muhammad Khalil al-Maduri.

Di antara sekian banyak murid KH.Muhammad Khalil al-Maduri yang cukup menonjol dalam sejarah perkembangan agama Islam dan bangsa Indonesia ialah KH.Hasyim Asy’ari (pendiri Pondok pesantren Tebuireng, Jombang, dan pengasas Nahdhatul Ulama / NU) KH.Abdul Wahhab Hasbullah (pendiri Pondok pesantren Tambakberas, Jombang) Kiyai Haji Bisri Syansuri (pendiri Pondok pesantren Denanyar) KH.Ma’shum (pendiri Pondok pesantren Lasem, Rembang), KH.Bisri Mustofa (pendiri Pondokpesantren Rembang) dan KH.As’ad Syamsul `Arifin (pengasuh Pondok pesantren Asembagus, Situbondo).

KH.Muhammad Khalil al-Maduri wafat dalam usia yang lanjut 106 tahun, pada 29 Ramadan 1341 Hijrah/14 Mei 1923 Masihi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar